Home

Era Baru Tata Kelola Kayu Indonesia

Leave a comment

Pencanangan Sistem Informasi Verifikasi Legalitas Kayu untuk Reformasi Tata Kelola Kayu, Birokrasi dan Stop Perdagangan Kayu Illegal

Potongan Kayu
Kebutuhan kayu yang semakin meninggi akibat semakin berkurangnya habitat berbagai spesies kayu potensial, membuat pentingnya dilakukan Tata Kelola Kayu yang bagus sehingga dengan harga yang tinggi akan menambah nilai kayu sehingga dapat dilakukan penerapan pengelolaan yang legal dan berkelanjutan. (Photo by naturasumatrana)

MFP – Kehati
Jakarta, 31 Juli 2012.

Sistem Informasi Verifikasi Legalitas Kayu (LIU-License Information Unit) akan dicanangkan pada Rabu, 1 Agustus 2012, di Auditorium Manggala Wanabakti. Pencanangan ini menandai upaya pemerintah dalam perbaikan tata kelola kayu Indonesia dan reformasi birokrasi yang akan menjamin kredibilitas sistem, transparansi, akutabilitas dan ramah kepada pelaku usaha. Akan hadir pada acara ini Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa.

Sistem Informasi Verifikasi Legalitas Kayu ini merupakan kerja para pihak yang melibatkan enam kementerian (Kementrian Kehutanan, Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Kementrian Keuangan, Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian) dan sekaligus menegaskan keseriusan Pemerintah RI untuk memberantas praktek illegal logging dan mempromosikan kayu legal Indonesia kepada dunia.

Diah Raharjo, Direktur Multistakeholder Forestry Programme (MFP-Kehati) menjelaskan “Untuk tujuan ekspor, industri yang telah mengantongi sertifikat SVLK akan melampirkan Dokumen V-Legal yang menyatakan bahwa produk kayu tersebut telah memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjamin bahwa kayu dan produk kayu tersebut berasal dari sumber bahan baku yang legal”. Lanjut Diah, “Dokumen V-Legal beserta sertifikat SVLK merupakan satu instrumen penting dalam pembenahan tata kelola kehutanan, termasuk bagi pengelolaan hutan hak dan usaha kecil menengah.”

Upaya pemerintah diawali dengan pemberlakuan Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin dan Pemilik Hutan Hak oleh Kementerian Kehutanan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 jo. No. P.68/Menhut-II/2011 dan petunjuk pelaksanaannya. Merespon kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tersebut, Kementerian Perdagangan juga melakukan revisi Permendag 20/2008 yang mengatur kebijakan perijinan ekpor kayu. Proses revisi tengah memasuki masa konsultasi tahap akhir dan akan segera ditetapkan guna memberi kepastian dalam kebijakan ekspor kayu legal.

Seperti halnya Sertifikat Legalitas Kayu, Dokumen V-Legal juga diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Eksportir produk industri kehutanan mengajukan permohonan penerbitan Dokumen V-Legal kepada Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) yang setelah melalui proses verifikasi atau inspeksi akan menerbitkan dokumen V-Legal bagi eksportir tersebut. Dokumen V-Legal berisi informasi mengenai jenis dan volume produk kayu yang akan diekspor, negara tujuan serta informasi lainnya.

Dengan fasilitasi MFP-KEHATI, Kementerian Kehutanan sudah mengembangkan sistem online pengelolaan informasi terkait penerbitan Dokumen V-Legal yang siap dioperasikan di akhir tahun 2012. Sistem ini akan dijalankan oleh Unit Pengelolaan Informasi Verifikasi Legalitas Kayu atau Lincense Information Unit (LIU) yang berpusat di Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementrian Kehutanan. Sistem online ini akan menggantikan mekanisme endorsement ekspor kayu dan produk kayu oleh Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK).

Sistem Informasi Verifikasi Legalitas Kayu ini juga langsung terhubung dengan sistem INATRADE di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag dan akan bermuara pada portal Indonesian
National Single Window (INSW) di Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk pendaftaran ekspor. Sistem ini juga memungkinkan pihak kepabeanan negara tujuan ekspor untuk memperoleh kepastian atau klarifikasi atas legalitas kayu dari Indonesia.

“Adanya LIU ini membuktikan keseriusan Pemerintah Indonesia untuk mereformasi tata kelola kayu, mengurangi illegal logging dan memudahkan pelaku industri termasuk industri kecil”, ujar MS. Sembiring, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI. Lanjutnya, “Kami akan terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia ini melalui program-program kami kedepan”.

Dalam rangkaian acara pencanangan Sistem Informasi Verifikasi Legalitas Kayu dilakukan pula berbagai acara dengan tema Tata Kelola Kayu dan Produk Kayu Indonesia melalui Implementasi SVLK yang diwujudkan melalui pameran foto perjalanan penyusunan dan implementasi SVLK, negosiasi kerjasama FLEGT VPA dengan Uni Eropa, dan sosialisasi SVLK kepada pelaku usaha, dinas kehutanan dan pemerintah daerah.

Catatan Editor
1. MFP (Multistakeholder Forestry Program) merupakan suatu kerjasama bilateral antara Kementerian Kehutanan RI dengan Department for International Development Inggris (DfID), dengan Yayasan KEHATI sebagai pelaksana. Selengkapnya di www.mfp.or.id

2. Yayasan KEHATI, Didirikan tanggal 12 Januari 1994 oleh Prof. Emil Salim dkk, merupakan lembaga penyandang dana nirlaba dan mandiri yang bertujuan memberi dukungan sumber daya dan memfasilitasi berbagai aktifitas pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di Indonesia secara berkelanjutan. Informasi lengkap dapat dilihat di www.kehati.or.id.

3. Negara-negara konsumen kayu utama dunia, seperto Amerika Serikat (Amandemen Lacey Act), Uni Eropa (Timber Regulation), dan Jepang (Goho-Wood), telah memberlakukan aturan yang menegaskan hanya produk hasil hutan yang terjamin legal saja yang dapat masuk dan diperdagangkan ke negara tersebut.

4. Indonesia dan Uni Eropa telah menandatangani kesepakatan kemitraan dalam penegakan hukum, penguatan tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (Forest Law Enforcement Governance, and Trade/FLEGT-VPA) pada 4 Mei 2011. Dengan kesepakatan ini, produk kayu Indonesia bersertifikat legalitas kayu akan mendapatkan lisensi ekspor FLEGT sehingga dapat langsung diterima dalam perda gangan produk kayu secara sah di Uni Eropa.

Source: INCL Edisi 15-27b, 1 Agustus 2012

Kemenhut Launching 8 SNI Sektor Kehutanan

Leave a comment

Kemenhut Launching 8 SNI Sektor Kehutanan

Kementerian Kehutanan, 11 Januari 2012
Nomor: S. 14 /PHM- 1 /2012

Menteri Kehutanan yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementrian Kehutanan, Dr. Ing. Hadi Daryanto, DEA telah melaksanakan dan menandatangani pernyataan launching Standar Nasional Indonesia (SNI) sektor kehutanan tahun 2011, pada akhir tahun 2011 bertempat di Jakarta. Acara tersebut disaksikan oleh kepala BSN, dan Kepala Pusat Standarisasi dan Lingkungan serta dihadiri oleh 90 undangan dari berbagai kalangan. Kepala pusat standarisasi dan lingkungan, Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc., menuturkan bahwa sejak terbentuknya Pusat Standarisasi dan Lingkungan tahun 1999 hingga tahun 2011 telah dihasilkan 128 SNI yang terdiri dari 86 SNI hasil hutan kayu, 37 SNI pengelolaan hutan, dan 14 SNI hasil hutan bukan kayu. 29 diantaranya merupakan standar ISO yang diadopsi identik SNI ISO (panel kayu, kayu gergajian, dan lantai kayu). Pada tahun 2011 pusat standarisasi dan Lingkungan dibantu dengan tiga Panitia Teknis Perumusan RSNI (PT 65-01 Pengelolaan Hutan, PT 65-02 hasil Hutan Nasional (RSNI), 6 RASNI dan 8 diantaranya telah ditetapkan sebagai SNI oleh Kepala BSN yaitu 2 SNI pendugaan karbon hutan dan 6 SNI kayu dan produk kayu ( 4 SNI diantaranya merupakan revisi).

Delapan SNI yang telah dilaunching yaitu: (1) SNI 7724:2011 Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon – pengukiran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan; (2) SNI 7725:2011 Penyusunan persamaan alometrik untuk penaksiran cadangan karbon hutan berdasar pengukuran lapangan; (3) SNI 7533.2:2011 Kayu bundar – bagian 2: Pengukuran dan tabel isi; (4) SNI 7533.3:2011 Kayu bundar – bagian 3: pemeriksaan; (5) SNI 7535.3:2011 Kayu bundar jenis jati – bagian 3: Pengukuran dan tabel isi (6) SNI 7537.3:2011 Kayu gergajian – bagian 3: Pemeriksaan; (7) SNI 7731.1:2011 Kayu lapis indah jenis jati – bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan; (8) SNI 7732.1:2011 Venir jenis jati – bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan. Kedua SNI pendugaan karbon hutan sangat relevan dengan Peraturan presiden Nomor 71 tahun 2011 yang mendorong Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) menggunakan faktor emisi lokal sedangkan keenam SNI Kayu dan produk kayu dapat diterapkan untuk pengukuran dan pemeriksaan kayu dalam penata usahaan kayu serta audit Verivikasi Legalitas Kayu (VLK).

Beberapa standar tersebut akan dilengkapi dengan perumusan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang menjadi acuan dalam sertifikasi profesi sektor kehutanan, dan untuk mendukung implementasi PERPRES No. 71/201, telah disiapkan rancangan standar kompetensi kerja untuk Inventarisasi Karbon Hutan yang akan ditetapkan menjadi SKKNI oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kepala BSN Dr. Ir. Bambang Setiadi, M. Si juga menyampaikan bahwa dengan adanya berbagai kawasan perdagangan di dunia yang menyebabkan tersedianya pasokan barang sehingga dunia membutuhkan sebuah “standar” dan dengan adanya isu global melibatkan hampir semua negara berkepentingan yang memerlukan suatu acuan yang disepakati bersama untuk mengukur atau sertifikasi serta menghindari kerugian. Pentingnya harmonisasi SNI dan Standar Internasional agar produk Indonesia dapat bersaing di pasar internasional. selain itu agar cara pengukuran atau sertifikasi di Indonesia dapat diakui di pasar internasional dan penolakan karena ketidak-sesuaian kualitas atau penilaian dapat dihindari sehingga transaksi berjalan lancar dan efisien.

Jakarta, 11 Januari 2012
Kepala Pusat,
M a s y h u d
NIP. 19561028 198303 1 002

Catatan: Tulisan ini pernah dipublikasikan di The Indonesian Nature Conservation Letter (INCL) edisi 15-03b tanggal 16 Januari 2012 yang dikelola oleh PILI-Green Network