Home

Kebencanaan di Kota Padang Kota Tercinta Kujaga dan Kubela, Sebuah Galeri Sebab Akibat

Leave a comment

Balaikota Padang yang baru diresmikan pada tahun 2013 ini berada di Pusat Banjirnya Kota Padang yang telah merubah Kawasa Terminal Regional menjadi Pusat Pemerintahan
Balaikota Padang yang baru diresmikan pada tahun 2013 ini berada di Pusat Banjirnya Kota Padang yang telah merubah Kawasan Terminal Regional menjadi Pusat Pemerintahan

Kebencanaan di Kota Padang Kota Tercinta Kujaga dan Kubela,
Sebuah Galeri Sebab Akibat

TBU-S – Padang – 15 Desember 2013

Bencana Alam memang tidak dapat diprediksi kapan akan datangnya. Namun dari beberapa kejadian kebencanaan, selalu ada tanda-tanda yang menjadi penyebab terjadinya bencana tersebut. Tanda-tanda tersebut tidak hanya diberikan oleh Alam itu sendiri akan tetapi juga disebabkan oleh Manusia yang telah ditakdirkan menjadi Khalifah di muka Bumi. Namun perlu kita ingat juga bahwasanya … agar tak ada bencana jika ia mulai memarahimu

Sebagai gambarannya Kota Padang yang secara geografis berada di Pantai Barat Sumatra yang curam dan didindingi oleh Bukit Barisan yang juga curam dengan banyak mata air yang terdapat di dalam kawasan hutannya. Secara alamiah juga telah dibentuk oleh alam itu sendiri kawasan-kawasan yang sanggup menampung air yang turun dari Perbukitan tersebut seperti adanya Rawa-Rawa yang berada di bagian Utara Kota ini.

Keberadaan Rawa tersebut telah sanggup menjaga Kota ini (khususnya Pemukiman) untuk tidak terendam Banjir yang membuat Manusianya tidak menjerit kebanjiran di masa lalu. Namun tidak dapat dipungkiri, pertambahan penduduk yang berdampak kepada pertambahan pemukiman sebagai bukti Kota Padang adalah Kota yang terus berkembang menuju modernisasi akhirnya merubah kemampuan Rawa tersebut untuk menjadi Kawasan Tampungan Air bagi Kota Padang. Dampaknya adalah Banjir. Sehingga sangat perlu disadari oleh masyarakat Kota Padang untuk terus WASPADA dan BERADAPTASI TERHADAP BENCANA khususnya BANJIR, GALODO dan GEMPA.

Berikut beberapa gambar-gambar yang terekam dalam 3 tahun terakhir yang MEMUNGKINKAN terjadinya bencana alam di Kota Padang yang telah menjadi Ibukota Provinsi Sumatera Barat khususnya Banjir dan Galodo atau Banjir Bandang:

Konversi Rawa Nipah menjadi Perumahan yang menjadi Pagar Pasang Naik dan menjadi Tampungan Air Sungai di Musim Hujan
Konversi Rawa Nipah Menjadi Perumahan di Padang
Konversi Rawa Nipah Menjadi Perumahan di Padang

Pembukaan Jalan Baru di kawasan Perbukitan Yang Menyebabkan Hulu-Hulu Sungai di Sekitar Jalan Tersebut Menjadi Sanggup Menampung Tanah Bekas Galian Jalan
Pembukaan Jalan Yang Menembus Kawasan Hutan dari Lubuk Kilangan ke Bungus Yang Dapat Berdampak Kepada Meluapnya Batang Timbulun
Pembukaan Jalan Yang Menembus Kawasan Hutan dari Lubuk Kilangan ke Bungus Yang Dapat Berdampak Kepada Meluapnya Batang Timbulun

Penebangan Kayu/Pohon dan Pembukaan Lahan di Kawasan Hutan Yang Pasti Menjadi Hulu-Hulu Sungai Yang Mengalir ke Kota Padang
Tumpukan Batang-Batang Pohon Setelah Banjir Bandang Yang Menghantam Sungai Limau Manih sebagai Sub-DAS Batang Kuranji
Tumpukan Batang-Batang Pohon Setelah Banjir Bandang Yang Menghantam Sungai Limau Manih sebagai Sub-DAS Batang Kuranji

Drainase Yang Tidak Berfungsi Dengan Baik Karena Betonisasi Pinggir Jalan bagi Tempat Parkir Kendaraan terutama Ruko-Ruko maupun Di Perumahan dan Sempitnya Drainase Yang Ada
Banjir di salah satu Jalan Utama di Kota Padang akibat Betonisasi Drainase dan Tersumbat serta Sempitnya Got yang tidak sanggup menampung Air Hujan
Banjir di salah satu Jalan Utama di Kota Padang akibat Betonisasi Drainase dan Tersumbat serta Sempitnya Got yang tidak sanggup menampung Air Hujan

Longsor Yang Tidak Terperhatikan di Hulu-Hulu Sungai di dalam Kawasan Hutan
Sebelum Longsor ini terjadi, aliran Longsor ini adalah anak Sungai yang hanya berair pada musim hujan. Pembukaan Lahan untuk Peladangan menyebabkan aliran anak sungai tersebut berubah menjadi Sungai Kering bila musim kemarau
Sebelum Longsor ini terjadi, aliran Longsor ini adalah anak Sungai yang hanya berair pada musim hujan. Pembukaan Lahan untuk Peladangan menyebabkan aliran anak sungai tersebut berubah menjadi Sungai Kering bila musim kemarau

Konversi Perbukitan menjadi Perumahan atau Areal Usaha Galian
Pembangunan Perumahan di Kaki Perbukitan dapat menjadi Bencana tersendiri bagi masyarakat apalagi Kota Padang berada di wilayah Gerakan Lempeng Aktif pada saat sekarang ini
Pembangunan Perumahan di Kaki Perbukitan dapat menjadi Bencana tersendiri bagi masyarakat apalagi Kota Padang berada di wilayah Gerakan Lempeng Aktif pada saat sekarang ini

Penimbunan Rawa Air Tawar di Sepanjang Jalan ByPass bagian Utara yang telah menjadi Wilayah Penampung Air bagi Kota Padang khususnya bila Musim Hujan
Penimbunan Rawa ByPass untuk Pembangun Ruko atau Perumahan demi Percepatan Pembangunan Kota yang berbasiskan Betonisasi
Penimbunan Rawa ByPass untuk Pembangun Ruko atau Perumahan demi Percepatan Pembangunan Kota yang berbasiskan Betonisasi

Berbagai SEBAB AKIBAT bagi kebencanaan di Kota Padang tersebut dapat saja bertambah bila dilihat dari sisi dan pengamat yang berbeda.(Qt)

Catatan:
Tulisan ini merupakan hasil pengamatan Penulis yang tidak bermaksud untuk membuat para pihak merasa tidak nyaman. Semoga menjadi pertimbangan dalam Pembangunan Kota Padang Kota Tercinta Kujaga dan Kubela di masa depan.

Banjir Bandang Sumbar Karena Pembalakan Liar

Leave a comment

Banjir Bandang Sumbar Karena Pembalakan Liar

Sumber : Viva News.com, 07 November 2011
Oleh : Eri Naldi
Sumatera Barat

Banjir bandang yang menghantam Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat Kamis dinihari, 3 November 2011, baru saja berlalu. Sekitar 170 unit rumah warga di lima kecamatan hanyut dibawa banjir bandang yang datang secara tiba-tiba. Banjir bandang ini juga membentuk muara baru di Pasir Putih, Jorong Pasa Gompong, Nagari Kambang Barat, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pessel. Manajer Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops PB) Sumbar Ade Edward mengaku, muara yang baru terbentuk pasca banjir bandang lebarnya mencapai 700 meter.

Lahan hunian warga di kawasan ini berubah menjadi aliran sungai. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pessel Nasharyadi yang diwawancarai beberapa waktu lalu pasca banjir bandang mengaku, derasnya hujan di kawasan hulu menjadi bencana terparah selama belasan tahun terakhir. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar Khalid Saefullah, pada VIVAnews memaparkan, degradasi lahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) menjadi pemicu terjadinya banjir bandang. “Sejak 2007 kita sudah ingatkan, jika kondisi begini terus berlanjut, bencana ekologis—banjir bandang, tanah longsor—akan terjadi,” ujar Khalid Saefullah, Senin, 7 November 2011.

Investigasi yang dilakukan Walhi bersama lembaga swadaya pada 2006 lalu, menunjukkan kerusakan signifikan di kawasan hulu sungai yang berubah menjadi sumber bencana pada Kamis dinihari kemarin. Aksi illegal logging, menurut Saefullah, menjadi kata kunci utama penyebab banjir bandang yang merugikan Kabupaten Pessel hingga Rp300 miliar lebih. Pemenuhan kebutuhan kayu bagi pasar lokal menjadi pemicu munculnya kasus illegal logging di sejumlah titik di Sumbar. “Ini tidak terbantahkan lagi, karena perusahaan yang memiliki HPH dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan kayu ekspor,” katanya.

Data Walhi bersama sejumlah NGO, tak kurang dari 10 lokasi penebangan ditemukan di kawasan hulu sungai yang masuk dalam kawasan TNKS. Menurut Saeful, sekitar 25 persen hingga 35 persen kawasan hulu sungai mengalami degradasi—penurunan fungsi hutan.
Dari kondisi tersebut, katanya, bukan sesuatu yang aneh bila 10 kecamatan di Kabupaten Pessel terkena dampak banjir bandang pasca tingginya curah hujan. “Curah hujan itu hanya pemicu, bila kondisi hutan di kawasan jauh lebih baik, kondisi seperti ini tidak akan terjadi.”

2.000 Ha Rusak
Secara terpisah, Kepala Seksi Pengelolaan TNKS Wilayah III, Kamaruzzaman, mengaku, perambahan hutan menjadi hal serius yang terjadi di Pessel. Tak kurang dari 2.000 hektare lahan TNKS akan direhabilitasi hingga 2015 mendatang.Tahun lalu, 250 hektare telah direhabilitasi lewat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). “Kerusakan hutan di kawasan hulu—terutama di 10 kecamatan yang terkena banjir—sudah mengkhawatirkan sejak 2009, kalau begini tinggal menunggu waktu,” ujarnya.
Dan hal tersebut, ujarnya, telah disampaikan pada walinagari (kepala desa) yang bersentuhan langsung dengan kawasan hutan TNKS. Alih fungsi lahan untuk perkebunan menjadi persoalan pelik yang belakangan kembali muncul. Masyarakat mengklaim, kawasan hutan TNKS di Pessel telah digunakan sebagai lahan perkebunan masyarakat setempat. Padahal, sejak tahun 2006 lalu, Pemda Pessel dan pihak pengelola TNKS telah menyapakati tapal batas luas lahan taman nasional tersebut yang masuk dalam kawasan hutan lindung. “Saat ini, kebun palawija masyarakat setempat telah masuk ke areal TNKS hingga kedalaman 1 hingga 2 kilometer. Hutan penyangga yang ada saat ini pun telah beralih fungsi menjadi perkebunan, bisa dibilang kawasan hutan penyangga sudah tidak ada lagi,” katanya.

Pengelola TNKS Wilayah III menargetkan, rehabilitasi areal hutan yang rusak akan berlanjut hingga 2015 mendatang. Tahun depan, sekitar 600 hektare lahan TNKS di wilayah III akan direhabilitasi. Ia mengaku, tidak ingin menyalahkan masyarakat dalam hal kerusakan hutan yang menjadi penyebab bencana banjir bandang. “Bagaimanapun, TNKS ada di 11 kecamatan dari 12 kecamatan di Pessel, perambahan hutan yang dilakukan segelintir orang berdampak pada ribuan orang, kita tidak ingin ini terulang,” ujarnya. Banjir bandang yang berdampak pada 10 kecamatan di Kabupaten Pessel menewaskan enam warga dan merusak ribuan rumah warga. Sekitar 170 unit rumah warga hanyut terseret arus. Sejumlah fasilitas umum seperti jalan, rumah ibadah, jembatan, rusak berat akibat banjir bandang.